Minggu, 03 Juli 2011

Pernanan Legislasi Nasional Dalam Pembentukan Undang-Undang Pencucian Uang


Pernanan Legislasi Nasional Dalam Pembentukan
Undang-Undang Pencucian Uang
Oleh
Muhammad Nurul Huda[1].

Tidak ada peristiwa sejarah yang berdiri sendiri, mesti ada yang mendahului dan ada yang mengikuti. Sejarah berdimensi masa lampau, masa kini, dan masa depan atau masa yang akan datang. Hal demikian akan berjalan terus, dan mungkin tidak akan habis. Hukum tidak dapat selalu dilihat sebagai jaminan kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan. Banyak sekali peraturan yang tumpul, tidak mempan memotong, terlebih mengikis kesewenang-wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan, dan tidak dapat menahan diri, sebagaimana pedoman yang harus diikiuti dalam menyelesaikan beberapa kasus yang seharusnya dapat dijawab oleh hukum, juga bahkan banyak produk hukum yang lebih diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan.
Berbicara tentang pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat adalah bicara omong kosong[2], hal ini juga hampir sama dengan menegakkan hukum tanpa membedakan apapun. Keadaan ini tentunya mendorong masyarakat untuk menyuarakan perubahan pandangan dan mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi di segala bidang.
Mengenanl politik hukum sangatlah perlu, karena dari politik hukum sesorang akan mengetahu kemana arah pembangunan hukum itu sendiri. Solly Lubis[3] memberikan pengertian politik hukum itu sebagai kebijakan politik yang menentukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam sebuah tulisannya Teuku Mohammad Radhie[4] yang berjudul Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan nasional mendefenisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasaan Negara mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun. Sunaryati Hartono[5] mengemukakan bahwa politik hukum adalah sama dengan Mochtar adalah menyangkut hukum mana yang perlu dibentuk (diperbaharui, diubah atau diganti) dan hukum mana yang harus dipertahankanagar secara bertahap tujuan Negara dapat terwujud.
Salah satu satu agenda dalam pemerintahan yang oleh setiap presiden Republik Indonesia, selalu memasukkan agenda politiknya yaitu dibidang hukum. Karena, sebagaimana diketahui salah satu asas pembangunan nasional adalah asas hukum yang menentukan bahwa dalam penyelenggaran pembangunan nasional menentukan bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasionalsetiap warga Negara dan penyelenggara harus taat pada hukum yang berintikan pada keadilan dan kebenaran, serta Negara diwajibkan untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Demikian peranan hukum sangat strategis, karena pembangunan nasional tanpa adanya hukum yang jelas pelaksanaannya akan berjalan tidak benar dan kemungkinan akan tersendat-sendat bahkan akan sulit akan sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan. Di lain pihak sejak beberapa kurun waktu yang lalu hukum hanya dijadikan tameng untuk memuluskan beberapa “proyek” korupsi untuk tujuan pribadi dan golongan tertentu.
Melihat masa lalu yang singkat sangatlah penting. Mengingat hal itu akan dijadikan bahan perbandingan untuk memajukan Indonesia baik itu di kawasan asia-pasifik maupun internasional. Tentunya hal ini bukan tidak mungkin akan terwujud apabila sesuatu itu ditempatkan sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
Dalam beberapa tahapan pembangunan, bidang ekonomi telah diprioritaskan pelaksanaannya, namun sejalan dengan itu, disadari bahwa, pembangunan dibidang politik yang berkaitan dengan sektor hukum, sosial-budaya, pertahanan keamanan dan lain-lainnya perlu ditingkatkan secara sepadan agar dapat saling menujang dengan pembangunan dibidang ekonomi[6]. Dalam hubungan ini, dirasakan bahwa hukum dalam wujudnya sebagai pranata akan muncul sebagai factor penentu dalam mengatur, merekayasa dan memberikan pengayoman bagi keseluruhan segi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu seharusnya hukum ditegakkan dan dikembangkan secara positif dan kreatif yang akhirnya dapat diwujudkan citra dan wibawa hukum.
Hal tersebut bilamana norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan, aparat hukum dan pelaksana hukum serta kesadaran dan ketaatan masyarakat itu, telah terselengara secara baik, serasi dan seimbang.sehingga demikian hukum hukum akan dirasakan tidak hanya sebagai sesuatu yang harus dipatuhitetapi tidak dimengerti; melainkan akan menjadi bagian dari nilai tata kehidupan yang masyarakat sendiri wajib menegakkannya[7].
Berdasarkan pandangan tersebut, dan pembangunan hukum itu sendiri diarahkan untuk mengahsilkan produk hukum nasional yang mampu mengatur tugas umum pemerintahan dan penyelenggaraan pembangunan nasional, penyusunan rencana strategi pembangunan hukum sangat diperlukan guna mendukung pembangunan nasional, yang secara mendasar memerlukan pula peranan hukum yang lebih mantap. Secara garis besar dapat dikatan bahwa untuk berhasilnya pembangunan hukum haruslah terlebih dahulu disiapkan lembaga-lembaga, , mekanisme penyusunan perundang-undangan, maupun yurisprudensi, para pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan peraturan termaksud, proses dan prosedur dan semua sarana dan prasarana termasuk kesadaran dan perilaku hukum masyarakat untuk dapat menerima kehadiran peraturan beserta lembaga hukum dan segala sarana yang baru[8].
Oleh karena itu pembangunan dibidang hukum harus dilaksanakan secara sistemik dan holistik melalui rangkaian kegiatan yang terdiri dari langkah-langkah stategis yang didasarkan pada program-progra pembangunan hukum dan dilaksanakan menurut pola dan mekanisme yang terarah, sinkron, terpadu dan realistic yang dapat menantisipasi perkembangan masyarakat untuk jangka waktu 25-30 tahun yang akan datang, termasuk dalam kegiatan penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka ini perlu dijaga agar hukum yang dibentuk itu benar-benar mampu mengadakan perekayasaan sosial (social engineering) mapun perekayasaan mental (mental engineering)[9] ataupunpun hukum juga harus dapat dipandang sebagai law is governmental social control[10] sehingga masyarakat Indonesia benar-benar akan menjadi masyarakat bangsa Indonesia yang ber-Pancasila[11].
Pentingnya aspek hukumundang-undang pencucian uang dikarenakan salah satunya untuk memberantas semua hasil kejahatan dan penggunaan secara illegal di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, dewasa ini indonesia ditempatkan kedalam tempat pencucian uang yang sangat subur, hal ini terlihat dari banyanya kasus tindak pidana korupsi dan perbankan yang tidak diseret ke pencucian uang.
Berkaitan dengan undang-undang pencucian uang, pada tahun 2002nindonesia telah menetapkan kriminalisasi pencucian uang dalam undang-undang 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang yang pada tanggal 22 april 2003 telah diubah dan disempurnakan pengaturannya dalam undang-undang nomor 25 tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi umur undang-undang nomor 25 tahun 2003 ini tidak berjalan lama karena pada tahun 2010 pemerintah bersama DPR telah mengesahkan dan menyetuji undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan sekaligus mencabut undang-undang nomor 25 tahun 2003.
Bila dilihat disini sebenarnya ada ketidak sesuaian dalam penyusunan undang-undang ini, hal ini terlihat dari kurun waktunya berganti undang-undang pencucian uang ini. kenyataan tersebut perlu dipertanyakan tentang rencana legislasi nasional yang disiapkan. Selain itu juga, perubahan ini perlu dilihat pengaruh yang mendasarinya perubahan undang-undang pencucian uang tersebut sehingga akan mendapat penjelasan yang utuh dari perubahan tersebut.
Adapun hal-hal yang perlu dijelaskan mengenai tulisan ini terkait dengan politik hukum pencucian uang  ialah sebagai berikut

1.          Pembentukan Undang-Undang Pencucian Uang Sudah Sesuai  Rencana Program Legislasi Nasional
Dalam Republik Kota yunani dulu atau kuno, juga Romawi kuno dulu, begitu juga dalam kanton-kanton Swiss dewasa ini, urusan-urusan kolektif diurus oleh beberapa orang, dan jangan mengira mereka itu tidak memerintah. Dewan Rakyat tidak terus menerus bersidang berselang dalam waktu lama atau pendek, sesunggunhya mereka hanya dapat mengurus beberapa hal yang luar biasa saja. Tambahan pula, didalam tubuh dewan itu sendiri sering terjadi fraksi, suatu minorotet gesit yang mengusai masa, orang-orang yang memerintah pula, yang berkedudukan lain dari pada orang-orang yang diperintah[12].
Politik seringkali berada pada suatu ruang yang tidak “normal” hal ini tentunya perlu di ragukan. Masalah atau problema politik ini tentu saja tidak perlu diselidiki, yaitu dengan cara bagaimana orang dapat mengendalikan kekuasaan, akan tetapi perlu juga ditanyakan baik atau tidaknya mengadakan pengendalian atau pembatasan kekuasaan penguasa. Sebab ada orang menganggap bahwa kekuasaan itu baik, maksudnya kalau pemerintah itu mempunyai kekuasaan besar, luas, tegasnya kekuasaan penguasa itu adalah mutlak. Akan tetapi adapula orang yang menganggapnya bahwa kekuasaan penguasa yang demikian itu sebagai salah satu bahaya terbesar yang mengancam peradaban dewasa ini[13]. sesungguhnya pembatasan kekuasaan penguasa, yang satu dengan yang lainnya merupakan perlawanan yang tegas, dan itu merupakan perlawanan yang sebagaimana itu terlihat dan terdapat didalam semua unsure yang mewujudkan ketatanegaraan, yaitu sistem liberal dan sistem dictator. Terhadap aliran tersebut, oleh karena itu hampir ada setiap zaman, dan hampir setiap penulis memberikan nama sendiri. Malahan kadang-kadang, memberikan pengertian atau mungkin hanya sekedar penafsiran yang berlainan, entah karena disengaja, atau entah memang belum atau tidak mengerti pengertian sesungguhnya[14].
Demikian juga dengan beberapa permaslaahan politik hukum, yang karenanya itu juga dibuat dengan selera masing keahlian manusia dalam menafsirkan hukum sesuai dengan ilmu yang dikuasainya sehingga tidak jarang sering terjadi suatu perbedaaan yang kadangkala tidak perlu dilihat secara tidak serius, hal tersebut harus dilihat secara serius, mengingat politik hukum sangat menentukan berbagai keadaan sekarang, kedepan atau pada masa yang kita sendiri tidak mengetahuinya tentang keberadaan pandangan politik hukum tersebut. Penulis sendiri tidak bisa bermimpi apakah politik hukum lahir dan berkembang dengan adanya dua kubu besar diatas tadi, kiranya jawaban seementaranya ialah “mungkin” dikarenakan yaitu perbedaaan itulah yang memunculkan banyak sub-sub bidang ilmu yang menjelaskan keberadaan politik hukum itu sendiri.
Politik hukum baru berisi upaya pembaharuan hukum menjadi keharusan ketika pada tanggal 17 agustus 195 Indonesia diProklamasikan sebagai Negara merdeka. Proklamasi kemerdekaan menuntut pembaharuan atau penggantian atas hukum-hukum peninggalan zaman penjajahan Jepan dan Belanda, sebab jika dilihat dari segi tata hukum maka proglamasi kemerdekaan merupakan tindakan prombakan secara menyeluruh. Proklamasi kemerdekaan telah membawa Indonesia pada idealitadan realita hukum yang lain dari yang sebelumnya[15].
Hukum yang berlaku kini dan yang akan datang dalam kepastian ilmu hukum biasanya disebut ius constituendum. Kepastian apakah suatu ketentuan merupakan suatu ketentuan hukum yang berlaku atau bukan menentukan apakah seseorang petugas aparat hukum menghadapi perubahan kehidupan dalam masyarakat perlu melakukan politik hukum atau tdak[16]. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan masyarakat berlaku berbagai ketentuan, misalnya ketentuan sopan santun, ketentuan moral, ketentuan agama, dan ketentuan hukum[17].
Dilihat dari segi fungsinya maka hukum yang berkrakter responsive bersifat aspiratif, artinya memuat materi-mater yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayani[18] Ahli Hukum yang memandang hukum dari sudut das sein (kenyataan) atau penganut paham empiris melihat secara realistis, bahwa produk hukum sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam pembuatannya, tetapi juga dalam kenyataan-kenyataan empirisnya. Kegiatan legislative dalam kenyataannya lebih banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan dengan menjalankan pekerjaan hukum yang sesungguhnya, lebih-lebih jika pekerjaan hukum itu dikaitkan dengan masalah prosedur. Tampak jelas bahwa lembaga legeslatif (yang menetapkan produk hukum) sebenarnya lebih dekat dengan politik dari pada dengan hukum itu sendiri[19].
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sejak pembangunan Lima tahun ke II (Pelita II) usaha-usaha untuk meningkatkan dan penyempuranaan pembinaan hukum nasional, khususnya penyusunan peraturan perundang-undangan ditempuh dengan pembentukan keseluruhan perangkat peraturan perundang-undangan yang dimantapkan melalui penyusunan rencana legislasi nasional secara terencana dan terpadu yang merupakan hasil dari semua rencana legislasi Departemen dan Lembaga pemerintah Non-Departeman dan merupakan penjabaran lebih lanjut dan masing masing program penyusunan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan bidang tugas Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-departemen yang bersangkutan[20]. Penyusunan peraturan perundang-undangan meliputi seluruh bidang yang berkaitan dengan khidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, hal ini diperlukan adanya suatu kebijaksanaan rencana penyusunan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu maka diadakan Simposium Pola Umum Perencanaan Hukum dan Perundang-Undangan di banda Aceh pada tanggal 4 sampai 6 Oktober 1976 dan Loka karya Penyusunan Program Legislatif Nasional di Manado pada tanggal 3 sampai dengan 5 February 1977. Adapun kedua pertemuan ilmiah ini adalahuntuk membahas program pembentuan peraturan-perundang-undangan (program Legislasi) yang terarah, sinkron, dan terkoordinir serta dilaksanakan menurut prosedur dan teknik perundang-undangan yang mantap[21]. Pertemuan tersebut diharapkan mampu dan dapat menyusun suatu konsep rencana legislasi nasionalyang tercermin dari rencana pembangunan hukum nasional yang tertulis melalui Repelita.
Rencana Legislasi Nasional (Relegnas) mempunyai peranan sebagai dokumen hukum pengintegrasi yang disusun berdasarkan skala prioritas kebutuhan pembangunan. Disamping itu rencana legislasi nasional ini disusun untuk dapat menghadapi adanya beberapa kendala yang dijumpai dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yaitu[22] :
a.          Kendala yang bersifat Prosedural, ialah
Kurang lancarnya proses penyiapan peraturan perundang-undangan baik sektoral diberbagai instansi yang relevan, karena belum didasarkan pada suatu pola perencanaan yang terpadu;
Juga, belum tersedianya perangkat hukum yang mengatur “ketentuan umum perundang-undangan”, serta “Pedoman Teknis Penyusunan Perundang-Undangan” yang disepakati bersama dan dapat dipakai sebagai acuan dalam perencanaan dan perancangan peraturan perundang-undangan, baik dilingkungan pemerintah maupun dilingkungan Dewan Perwakilan Rakyat.
b.          Kendala yang bersifat manajerial, ialah :
a.     Kurangnya tenaga ahli dalam perencanaan maupun perancangan peraturan erundang-undangan, baik yang menyangkut aspek teknis yuridis, maupun aspek teknis substansial yang berkemampuan professional diberbagai instansi yang relavan
b.     Juga, belum berfungsinya sebagian biro hukum dalam sistem perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan di Departemen/lembaga pemerintah Non-Departemendan belum diikutsertakannya tenaga-tenaga biro hukum dalam kegiatan perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan Departemen/Lembaga Non-Departemen yang bersangkutan
c.     Masih banyak lintas sektoral yang hendak diatur secara sektoral oleh departemennya masing-masing
d.     Adanya peran birokrasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat menghambat dan yang sangat menonjol adalah kentalnya fanatisme/egoisme departemental
e.     Terbatasnya jumlah rancangan undang-undang yang dapat ditangani oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa pembangunan lima tahun (penulis: sekarang masa DPRbekerja/reses)
f.      Belum optimalnya alokasi anggaran untuk mendukung penyusunan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan pemerintah sejak penyusunan naskah akademik sampai ke pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat
g.     Belum diraskannya kegiatan perencanaan dan perancangan peraturan perundang-undangan sebagai hal yang sangat penting bagi pembangunan hukum nasional.
Kendala-kendala yang ada tersebut perlu untuk diatasi dan dicarikan jalan keluarnya, untuk itu diperlukan pemikiran yang memungkinkan terbentuknya peraturan perundang-undangan secara sistemik, taat asas dan dipercepat, sehingga peraturan-peraturan itu dapat memberi arah bagi perubahan masyarakat, menampung perkembangan-perkembangan baru yang begitu cepat dan dapat menjadi sarana untuk menjamin ketertiban dan rasa keadilan masyarakat[23].
Selain itu pembangunan materi hukum yang terkandung juga harus diselenggarakan secara terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan, agar produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi kehidupan-kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Fungsi legislasi nasional adalah untuk mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan menurut satu rencana terpadu, menyeluruh dan berfungsi untuk memantapkan konsepsi yang akan dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan, yang hal ini termasuk sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, serta peraturan juga akan dibentuk.
Fungsi legislasi naional lain juga untuk memberikan informasi bagi program kegiatan pembangunan hukum yang lebih terperinci. Dalam hal ini berarti penyusunan program legislasi tersebut merupakan suatu penyusunan yang sistemik dan holistic dan merupakan sistem peraturan perundang-undangan yang utuh, sehingga tidak akan terjadi lagi adanya tumpang tindih antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain, dan dipihak lain instansi-instansi yang berkepentingan harus taat asas, dan keterlambatan dalam penyusunan dan pengesahannya tidak akan terjadi lagi.
Oleh karena ituperaturan perundang-undangan itu merupakan salah satu subsistem hukum nasional, maka didalam penyusunannyapun harus didasarkan dari pola piker dan kerangka sistem hukum nasional yang telah disusun, agar tidak menyimpang dari kesisteman yang ada. Untuk itu sebaiknya rancangan undang-undang (RUU) maupun rangcangan peraturan pemerinta (RPP) yang akan menjadi rencana legislative nasional terlebih dahulu harus dilakukan pengkajian, penelitian, pembahsan dalam forum pertemuan ilmiah dan penyusunan naskah akademiknya, sehingga dapat memperjelas apa yang akan merupakan materi muatan suatu peraturan yang hendak direncanakan[24].
Sebagai prasyarat rencana legeslatif nasional, keluhan akan materi mauatan, konsepsi dan perbuatan termaksud tidak akan terdengar lagi dalam proses penyusunan. Substansi yang akan diatur juga dalam rancangan undang-undang/peraturan pemerintah sudah terlebih dahulu dilakukan pengkajian, penelitian , pertemuan ilmiah, dan penyusunan naskah akademiknya, sehingga konsepsi atau substansi sudah jelas dan sempurna, sehingga pengembalian dari rancangan tidak akan terjadi lagi.
Adanya konstelasi bahwa otonomi hukum di Indonesia cenderung tertuma jika berhadapan dengan subsistem politik, ini dapat dilihat dari fakta bahwa pelaksanaan fungsi dan penegakan hukum tidaklah berjalan seiring dengan perkembanganya. Dikatakan seperti itu karena program pembentukan hukum dijadikan ukuran legislasi keberhasilan dan membuat undang-undang saja, akan tetapi tidak dengan pemberlakuan dan penegakkannya, sehingga program legslasi hanya dijadikan memenhi target atau desakan masyarakat internasional karena ada kelemahan di sana sini terhadap undang-undang pencucian uang tersebut.
Berkaitan dengan legislasi nasional undang-undang pencucian uang juga menurut penulis sudah dipandang sebagai sesuatu yang sudah sesuai, mengingat rencana legislative nasional terhadap rencana undang-undang pencucian uang sudah dilakukan pengkajian yang mendalam. Adapun kekuarangan atau tidak dipenuhinya beberapa dalam pembahsan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak diakomodir oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai isu yang dilontarkan mengenai hak penyidikan yang berada ditangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah merupakan persoalan lain.
Disamping itu juga rencana legislasi nasional undang-undang pencucian uang ini telah diterima sebagai sesuatu yang sudah merupakan prioritas, mengingat rezim hukum pencucian uang ini sangat dibutuhkan dalam pemberantasan kejahatan baik yang erskala internasional, regional maupun dalam skala nasional dan lokal.
Terkahir dapat dikatakan bahwa tidak ada rencana legislasi naional yang salah atau belum diterapkan dalam undang-undang pencucian uang ini mengingat legislasi nasional terhadap perubahan undang-undang pencucian uang ini telah dimasukkan jauh hari yaitu setelah 2 tahun berlakunya undang-undang pencucian uang Nomor 25 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian, jelas terlihat hubungan antara rencana legislasi nasional dan pembangunan materi hukum, dimana Rencana legislasi nasional merupakan syarat mutlak untuk dapat melukiskan hukum dan peraturan perundang-undangan yang mampu memenuhi kepentingan nasional bangsa Indonesia[25].

2.          Pengaruh Legislasi Nasional Terhadap Perubahan Undang-Undang Pencucian Uang
Meskipun reformasi yang berintikan penegakan supremasi hukum sudah berjalan dua belas tahun (sejak mei 1998, namun sekarang masih banyak keluhan bahwa supremasi hukum tak kunjung tegak. Seyogyanya dengan adanya reformasi penegakan hukum dapat berjalan lebih baik, tetapi nyatanya tidak juga. Mafia hukum masih merajalela dan tenggarai sudah masuk ke “sanubari” bangsa Indonesia. Selain masalah mafia hukum yang ditenggarai, perubahan politik kita di era reformasi bukan berubah kearah otoriter ke oligarkis, meskipun agaknya demokratis juga. Berdasarkan asumsi tertentu, hukum adalah produk politik sehingga jika politiknya tidak baik, maka hukumnya juga tidak baik.
Selain itu juga, tidak bisa tegaknya hukum dikarenakan sebagai tambahan gejala diatas juga ialah sebagai mana dikatakan oleh Moh Mahfud MD[26] yaitu aparat hukum belum jerih, saling lempar badan karena tidak mau berbenturan dengan partai politik yang pimpinannya diindikasikan terlibat korupsi sehingga banyak kasus korupsi yang melibatkan politikus dibiarkan begitu saja. Padahal semua aparat penegak hukum langsung dapat bergerak untuk memproses dugaan tindak pidana yang bisa dijerat berbagai kategaori : korupsi, pencucian uang, gratifikasi, dan lain-lain.
Lebih lanjut Moh Mahfud MD mencatat bahwa sekurangnya ada empat hal yang menyebabkan keadaan ironis terus berlangsung, yaitu[27] :
1.     Reformasi hanya memotong puncak
2.     Maih dominannya Pemain lama
3.     Politisi baru yang tanpa misi
4.     Rekruitmen politik yang tertutup
Sejalan dengan itu tidak tegaknya supremasi hukum juga merupakan bahwa undang-undang tertentu kadangkala bukan lahir dari keinginan masyarakat Indonesia (yang diwakili oleh pemerintah) sehingga yang terjadi adalah undang-undang tersebut hanya dijadikan bahan tontonan atau boleh penulis katakana hanya sebagai untuk memenuhi desakan-desakan tertentu. Hal ini terlihat jelas dari perubahan undang-undang pencucian uang.
Adapun pengaruh-pengaruh yang dapat diidentifikasi dari perubahan hukum undang-undang pencucian uang tersebut ialah :
1.     FATF (Fiancial Action Task Force on Money laundering)
FATF didirikan pada tahun 1989oleh Negara maju yang tergabung ke dalam G7 dan sekarang anggota FATF adalah : AS, Argentina, Auntralia, Austria, Belgia, Brazil, Kanada, Denmark, Uropean Comission, Finlandia, Prancis, Jerman,Yunani, Gulf Corporation Council, Hongkong (china), Firlandia, Irlandia, Italia, Jepang, Luxemburg, Mexico, Kongdom of Nederlands, New Zealand, Norwegia, Portugal, Russian, Federation, Singapura, South Africa, Spanyol, Swedia,Turky, Inggris.
FATF mempunyai tugas menyusun rekomendasi internasional untuk memerangi dan memberantas pencucian uang. FATF merupakan intergovemental body sekaligus policy making yang berisikan para pakar dibidang hukum, keuangan dan penegak hukum yang membantu yurisdiksinegara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Pada saat ini, keanggotaan FATF berjumlah 32 negara dan teritori, ditambah dua organisasi regional dan beberapa associatet member yang berasal dari FATF style regional body (FSRB) seperti asia pacific group on money laundering (APG). Ada pun tiga fungsi utama dari FATF adalah[28] :
1.     Memonitor kemajuan yang dicapai para anggota FATF dalam melaksanakan langkah-langkah pemberantasan kejahatan pencucian uang
2.     Melakukan kajian mengenai kecendrungan dan tipologi pencucian uang, serta menerapkan counters-measures
3.     Mempromosikan pengadopsian dan pelaksanaan standar anti pencucian uang terhadap seluruh Negara di dunia.
Pada tahun 1990, FATF untuk pertama kalinya mengeluarkan 40 recommendations sebagai suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi pencucian uang[29]. Untuk mendorong seluruh Negara menerapkan Forty recommendations, FATF melakukan penilaian terhadap Negara atau territory yang menghambat atau dianggap kurang kooperatif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang[30]. Penilaian dimaksud menggunakan 25 kriteria dan hasil penilaian tersebut ditempatkan dalam suatu daftar (NCCTs List) yang terbuka untuk umum.[31]. Negara yang tidak kooperatif dalam catatan NCCTs List harus segera memperbaiki anti pencucian uangnya.
Pada Juni tahun 2001 Indonesia bersama 15 negara lainnya yang sangat layak mendapatkan ancaman sanksi internasional sebagai negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang ( Yenti Ganarsih, Makalah Seminar Pemahaman UU 25 Tahun 2003. Yogyakarta, 2004). kemudian indonesia mendapatkan sanksi lagi karena tidak mampu menerapkan UU pencucian uang bersama 53 negara lainnya ternasuk Amerika Serikat pada tahun 2003 yang dirilis oleh Internasional Narcotics Control Report (INCSR) dan dikeluarkan oleh Bureau for Internasional Narcotic and Law enforcement Affairs dan United States Departement of states dikarenakan lembaga dan sistem keuangannya dinilai terkontaminasi bisnis narkotika internasional yang ditenggarai melibat kan uang dalam jumlah yang sangat besar.
Alasannya dimasukkan indonesia adalah karena indonesia tidak konsekwen dalam upaya pencegahan dan pemberantasn TPPU. salah satu yang menjadi perhatian penulis ialah makin meningkatnya kejahatan korupsi tetapi tidak ada yang didakwa atau menjadi tersangka pencucian uang. ketiadaan ini tentunya indonesia akan menunggu sanksi apa yang akan didapatkan mengingat seperti apa yang telah saya katakan.
Setelah terkena sanksi dan, kalau tidak ada perbaikan Negara atau territory tersebut dapat dikenakan tindakan balasan (counters-measures)[32]. Diamping itu FATF juga dapat menerapkan further counter-measures yang diterapkan secara bertahap, proporsionaldan fleksibel yang dapat berupa persyaratan yang lebih ketat dalam melakukan identifikasi nasabah yang melakukan transaksi, transaksi dari Negara NCCTS List dianggap mencurigakan, sehingga diperlukan laporan yang lebih banyak dan detail mengenai transaksi tersebut, pemutusan hubungan bisnis atau koresponden dengan bank diluar negeri[33].
Tahun 2001 FATF merubah metodelogi baru sampai 2010 dalam melakukan penilaian. Dalam metode barut idak dikenal dengan “black listing”. Walaupun demikian, Negara dan territory yang memiliki kekurangan mendasar dalam AML regime tetapdiminta untuk memperbaikinya[34].
2.     Organisasi Internasional
a.     The Basle Committee on Banking Supervision[35]
Basle Committee didirikan tahun tahun 1974 oleh himpunan bank sentral dan basle committee tidak mempunai kewenangan pengawasan atau melaksanakan pelaksanaan suatu ketentuan. Sampai saat sekarang ini anggota basle committee berjumlah 26 negara termasuk Indonesia.
Basle committee pernah mengeluarkan aturan mengenai sistem keuangan dalam mencegah pencucian uang. Prinsip yang dikeluarkan tersebut mempunyai 4 prinsip yaitu :
1.     Mengenal nasabah dengan baik
2.     Bank perlu menerapkan standar etika yang tinggi dan ketaatan terhadap hukum
3.     Kerja sama bank dengan aparat penegak hukum
4.     Perlunya kebijakan dan prosedur dalam penerapan prinsip pencegahan pencucian uang
Pada oktober 2001 basle committee menerbitkan makalah tentang penerapan prinsip mengenal nasabah berjudul customer due diligence for banks. Berdasarkan inilah bank Indonesia sebagai otoritas perbankan di Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang prisnsip mengenal nasabah pada tanggal 18 juni 2001 pada waktu makalah basle committee tersebut masih merupakan consultative document[36]
b.     International Association of Insurance Supervisor (IAIS)[37]
IAIS didirikan tahun 1994 beranggotan regulator dan pengamat (observer) yang mewakili asosiasi industri, asosiasi professional, perusahaan asuransi dan reasuransi, konsultan dan lembaga keuangan internasional[38].
Pada January 2002 IAIS mengeluarkan catatan mengenai anti money laundering yang pada intinya mematuhi sepenuhnya undang-undang pencucian uang, penerapan prinsip mengenal nasabah, perlunyanya kerjasama industri dan penegak hukum dan perlunya industri memiliki kebijakan kriminal, prosedur dan training mengenai AML regime
c.     International Organization of Securities Commissioners (IOSCO)[39]
IOSCO pada dasarnya sama seperti basle committee. IOSCO beranggotakan 90 negara. Pada tahun 1992, IOSCO menerbitkan dokumen “Resulation on Money laundering”. Beberapa hal penting yang ditekankan dalam rekomendasi IOSCO[40] :
1.             Perlu adanya prinsip mengenal nasabah untuk memudahkan bagi otoritas untuk mencegah dan memberantas pencucian uang
2.             Perlu ada prosedur guna mencegah para pelaku kriminal untuk memperoleh kontrol atas perusahaan efek dan future business.
3.     LSM Nasional
LSM nasional yang menyoroti tentang pencucian uang ini  selama ini belum terlihat. Hanya saja ICW pada waktu perubahan undang-undang pencucian uang mendesak agar kewenangan penyedikan diberikan kepada PPATK. Akan tetapi DPR tidak menyetujuinya mengingat terlalu banyaknya penyidik khusus akan merepotkan penegakan hukum dan ditambahkan lagi bahwa PPATK pada dasarnya atau rohnya dibuat lembaga tersebut bukan untuk melakukan penegakan hukum dibidang penal, akan tetapi merupakan penegakan hukum non penal.
Selain desakan diatas, juga perlu dperhatikan bahwa memang kelemahan yang terdapat dalam UU No 25 Tahun 2003 itu jauh dari harapan, mengingat masa penyelidikan yang diberikan kepada PPATK hanya 5 hari, sedangkan di UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang baru ini masa penyelidikan atau terdapat rekening mencurigakan tersebut waktunyanya sampai 15 hari lebih untuk melakukan atau dari mana trasaksi keuangan tersebut berasal.




[1] Muhammad Nurul Huda, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Jurusan Hukum Pidana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
[2] Soehino, Ilmu Negara Edisi Ketiga, Liberty Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, 2005
[3] M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1992
[4] Iman, Saukani dan Tohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004
[5] Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni Bandung, 1991
[6] Soehino, Politik Hukum, BPFE Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2010
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Donald Black, The Behavior of Law, Yale University Departement of Sociology Academic Press, New York, 1976
[11] Op.Cit
[12] Op.Cit, Soehino, Politik Hukum
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Moh. Koesnoe, “Pokok Permasalahan Hukum Kita Dewasa Ini”, dalam Artidjo Alkostar dan M. Sholeh Amin, Pembangunan Hukum dalam Perspektif Hukum Nasional, LBH Yogyakarta dan Rajawali, Jakarta, 1986
[16] Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politi Hukum, Sinar Grafika Cetakan Pertama, Jakarta, 2010
[17] Ibid
[18] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada Cetakan ke-3, Jakarta, 2010
[19] Sadjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Ancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Sinar Baru, Bandung, 1985
[20] Op.Cit, Soehino, Politik Hukum
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Ibid
[24] Ibid
[25] Ibid
[26] Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009
[27] Ibid
[28] Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, Pustaka Juanda Tigalima Cet-1, Jakarta, 2008
[29] Ibid
[30] Ibid
[31] Ibid
[32] Op.Cit
[33] Ibid
[34] Ibid
[35] Ingin Mengetahu Lebih Lanjut Tentang Basle Committe Silahkan Kunjungi Situsnya di http://www.bis.org/bcbs/
[36] Op.Cit
[37] Ingin Mengetahu Lebih Lanjut Tentang IAIS Silahkan Kunjungi Situsnya di, http://www.iaisweb.org/
[38] Ibid
[39] Ingin Mengetahu Lebih Lanjut Tentang IOSCO Silahkan Kunjungi Situsnya di http://www.iosco.org/
[40] Loc.Cit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar