Kamis, 01 Desember 2011

Setgab Yang Bersandiwara

Setgab Yang Bersandiwara
Oleh
Muhammad Nurul Huda[1]

Rakyat Indonesia pada hari ini akan menaruh harapan kepada anggota parlemen. harapan tersebut tentunya harus disikapi dengan bijaksana oleh para wakil rakyat di Senayan. Akan tetapi menurut informasi sementara ternyata setgab ternyata telah memilih 3 (tiga) nama yang tentunya sudah ‘tidak disenangi’ oleh sejumlah LSM dan masyarakat.
Informasi yang penulis dapat, di internal Setgab koalisi menyebutkan sejumlah anggota Setgab koalisi menghendaki Yunus Husein, Aryanto Sutadi, dan Jaksa Zulkarnain, menjadi pimpinan KPK. "Sementara Bambang itu hanya bonus, supaya dikatakan mendengarkan masukan publik"[2]. Bila melihat Profil capim KPK yang di ‘jagokan’ setgab tersebut sangat controversial. Hal ini dapat dilihat dari Puluhan aktivis antikorupsi dari ICW, MTI, PSHK, TII yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan melakukan aksi treatrikal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai cermin penolakan mereka terhadap salah seorang calon pimpinan yakni Aryanto Sutadi[3]. Penolakan terhadap Sutedi tersebut bukan tidak beralasan, Sutedi menyebutkan bahwa Gratifikasi itu sah dan tidak melanggar hukum, dan juga Sutedi tidak secara jujur melaporkan harta kekayaannya, dan terakhir sewaktu menjabat Sutedi juga menjadi cosultan hukum.
Tidak kalah controversialnya dengan Sutedi, Zulkarnain yang dianggap cukup mumpuni oleh anggota Setgab juga melalui keputusannya telah men-SP3 kan kasus lumpur Lapindo. Demikian juga dengan Yunus Husein sebagai anggota PHM (Pemberantasan Anti Mafia Hukum) yang dibuat oleh Presiden tidak mempunyai prestasi apa-apa oleh masyarakat Indonesia kecuali hanya pencitraan, dan juga Abdullah Hehamahua yang membuat sesuatu keputusan keliru terkait masalah keptusan kode etiknya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Keputusan ini kode etik tersebut seharusnya menyebutkan bahwa Pimpinan KPK tidak pantas menjumpai seseorang yang sedang/akan berpekara terhadap KPK.
Tentunya, melihat beberapa Profil yang di ‘agung-agungkan’ oleh Setgab sangat tidak beralasan dan tidak diterima oleh akal sehat manusia yang beradab. Dengan kata lain, sebaiknya Setgab mengurungkan niatnya untuk memilih capim KPK terhadap Sutedi, Zulkarnain, Yunus Husein dan Abdullah Hehamahua. Penutup terhadap tulisan ini ialah bahwa, apabila ternyata Setgab/DPR tetap mempertahankan dan memilih nama-nama tersebut masyarakat sesungguhnya telah melihat sandiwara yang usang.

[1] Managing Director Research Institute and Study of Riau Society dan Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kamis, 24 November 2011

Meneropong Calon Pimpinan KPK 2011-2015


Muhammad Nurul Huda
Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Menengok kembali calon pimpinan KPK dimasa mendatang sangatlah perlu, mengingat harapan masyarakat sangat terlalu tinggi kepada pimpinan KPK yang akan segera dipilih oleh DPR. Harapan tersebut tidaklah terlalu salah, mengingat gebrakan KPK dalam melakukan penangkapan koruptor-koruptor yang mengambil uang negara secara tidak sah. masih ingat dibenak rakyat, bagaiamana anggota Polisi, Jaksa, Hakim dan mantan menteri yang dilumpuhkan KPK karena telah melakukan pencurian uang negara.
Kembali kepada harapan masyarakat sejatinya menjadi toluk ukur DPR dalam memilih pimpinan KPK untuk 2011-2015. Saya tidak mengatakan benar bahwa calon pimpinan KPK yang berasal dari mantan jaksa dan polri itu buruk, akan tetapi disinyalir nantinya mereka setelah menjadi pimpinan KPK akan terganggu kerjanya mengingat keburukannya selama semasa bertugas dilembaga yang membesarkannya.
Tidak bisa ada yang menyangkal jeruk akan membela jeruk, setidaknya itulah ungkapan yang sering kita jumpai dalam setiap pemikiran ketika berbicara mengenai egoisitas kelembagaan walaupun mereka tersebut telah pensiun. Komitmen yang dilontarkan mereka sebelum menjadi pimpinan KPK lebih manis daripada madu yang datang dari surga, akan tetapi setelah terpilih menjadi pimpinan KPK segera setelah itu madu yang datang dari surga tersebut menjadi gula yang dipenuhi semut-semut yang ingin mencicipi bagaiamana rasanya gula itu. Dengan perkataan lain, madu tetaplah madu dan gula tetaplah gula, sehingga apabila hal ini tidak bisa dipisahkan maka yang terjadi adalah pemberantasan korupsi dengan banyak berbicara tetapi tidak ada hasil dan ini sama saja artinya orang tersebut hanya mencari jabatan dan bukan pengabdian kepada negara.
Penegak hukum sebaiknya tidak usah banyak bicara, cukup saja bekerja dan biarlah humas yang menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi yang berkaitan dengan penegakan hukum. disini saya melihat seakan-akan pimpinan penegak hukum hanya disibukkan mencari popularitas tetapi hasilnya nol besar. Kenapa saya mengatakan begitu, karena yang ditangkap hanya kasus ecek-ecek, sedangkan kasus yang serius dan merugikan keuangan negara yang sangat besar tidak ditanggapi. Wajar saja kalau ada sebagian masyarakat menyatakan bahwa pimpinan Jaksa dan Kapolri hanya kumis saja yang dapat dibanggakan, sedangkan untuk pimpinan KPK sekarang hanya disibukkan mengeluarkan opini yang tidak jelas dan tidak ubahnya dengan DPR. Lain lagi dengan lembaga yudikatif, antara komisi yudisial dan MA sama-sama disibukkan masalah kewenangan, hal ini tidak ubahnya seperti ‘anak TK’ yang tidak tahu sudah kelas berapa dia belajar di TK.
Terakhir, mengingat ada delapan nama yang telah diluluskan pansel KPK, saya dan masyarakat Indonesia berpesan kepada DPR pilihlah pimpinan KPK yang mempunyai komitmen kuat dalam memberantas korupsi (Bank Centuri, BLBI, dan lain-lain) dan juga jangan terpengaruh oleh peringkat-peringkat (seperti sekolah saja!) yang telah ditetapkan oleh Pansel KPK.

Rabu, 23 November 2011

Tanggapan Atas Pengkritik Positivisme


Muhammad Nurul Huda
Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Sepanjang sejarah peradaban manusia, kebebasan berpikir terus mengalami perubahan. Perubahan itu tentunya harus disikapi dengan baik dan bijaksana. Begitu juga dengan pandangan terhadap hukum. begitu banyaknya aliran hukum tentunya sangat dipengaruhi ide yang diterima sejak awalnya. Akan tetapi, ide tersebut juga bisa berubah ditengah jalan karena sebab-sebab tertentu, sebut saja misalnya, pengaruh literatur-literatur yang dibaca.
Tentunya, adanya perbedaan terhadap pemakaian aliran hukum ini harus disikapi secara objektif dan tidak boleh ada mengatakan bahwa aliran tersebut sudah menjawab semuanya. Kesalahan berpikir seperti ini seharusnya tidak pernah ada di dalam negara yang beradab. Setiap waktu tentu saja berputar sehingga ada siang dan malam. Perkembangan aliran hukum juga sangat dipengaruhi oleh postur-postur politik, ekonomi dan budaya  yang ada didalam negara yang beradab.
Postur-postur diatas tentunya akan menjadi bagaimana hukum tersebut ‘berjalan’. Saya akan membahas postur hukum bila ditopang oleh kemauan politik yang baik. politik diatas kertas sangat indah dan juga dapat saya katakana lebih indah dari ‘surga’ yang dijanjikan oleh tuhan. Akan tetapi keindahan tersebut sirna setelah politik tidak lagi dimainkan oleh orang-orang yang secara serampangan memahami politik. Bisa dilihat, politisi yang ada banyak tidak mendapatkan bekal yang memadai, dan juga tidak berasal dari ilmu yang didapatkan dari bangku sekolah. Keadaan ini tentunya membuat postur politik menjadi semakin tidak mempunyai arah, dan dengan demikian terjadilah ‘penyimpangan politik’. Mengapa saya mengatakan apabila politik baik, maka hukum akan baik, karena hukum adalah merupakan produk politik. Apabila politik hukum yang dilakukan oleh pembuat hukum tidak baik tentunya terjadilah ‘kebingungan hukum’ didalam dunia realitas, sehingga yang terjadilah adalah adanya aliran-aliran hukum yang mengatakan demi kehidupan sosial, membela rasa keadilan peraturan perundangan-undangan tersebut tidak baik dan dianggap gagal dan juga lebih sporadis mengatakan hukum posivistik tidak bisa menjawab rasa keadilan masyarakat. Sebenarnya ini merupakan kegagalan berpikir sepanjang sejarah yang pernah saya jumpai.
Kedua, hukum juga berjalan baik apabila di topang oleh postur ekonomi yang baik dalam suatu negara. Saya menyadari bahwa, globalisasi yang terjadi saat ini tidak mempunyai ketentuan-ketentuan yang baik (dan juga sudah kehilangan arah). oleh karenanya globalisasi harus lebih disikapi dengan baik dan terukur. Kembali kenapa hukum berjalan dengan baik apabila ekonomi dalam suatu negara membaik. Pertumbuhan ekonomi sering dikatakan penyebab terjadinya kejahatan dan yang sering disalahkan adalah adanya perbedaan yang jauh antara dan yang miskin. Saya begitu tidak setuju adanya persamaan ekonomi yang sama diantara ‘mahluk hidup di bumi’. Karena apabila adanya persamaan yang tidak jauh merupakan salah satu masalah besar kemudian hari (masalah besar ini akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan berikutnya). Postur ekonomi tersebut sedemikian rupa harus dapat menyamakan dengan kemajuan ‘perjalanan hukum’ kalau tidak yang terjadi adalah permasalahan baru kembali. Sebut saja misalnya, apabila pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan akan tetapi peraturan ekonomi nya belum baik, maka banyaknya korporasi yang merasa menjadi raja atas diatas negara. Sebagai contoh dapat dilihat ada 150 perusahaan yang diungkapan oleh Gayus H Tambunan. Apa yang terjadi dengan 150 perusahaan tersebut ialah menjadi raja diatas negara. tentunya contoh lain masih banyak, dan cukup untuk dijadikan perbaikan. Selagi saya menyebutkan kesalahan tersebut bukan terletak kepada aliran hukum, tetapi lebih kepada tidak seimbangnya kemajuan antara postur ekonomi dan hukum.
Terakhir, terkait dengan budaya memang memiliki pengaruh, akan tetapi pengaruh dari budaya ini tidak terlalu signifikan, karena pengaruh dari budaya ini merupakan perilaku-perilaku yang tampak langsung. Tentu saja penulis tidak mengesampingkan pengaruh budaya dalam postur hukum. saya tidak bersepakat bahwa budaya tersebut tidak bisa berubah. Budaya tersebut bisa berubah karena dipengaruhi oleh politik dan ekonomi. Tetapi saya lebih cenderung mengatakan budaya lebih cenderung terkikis oleh ekonomi. Aliran hukum juga disini tidak boleh mengatakan bahwa dengan alasan masyarakat dan rasa keadilan masyarakat membenarkan alirannya, akan tetapi lebih baik meninjau kembali alasan untuk membenarkan alirannya dengan membawa alasan masyarakat (yang mana!) dan rasa keadilan (siapa!).
Sehingga, diakhir catatan ini saya dapat mengatakan bahwa, tentu saja kritikan terhadap aliran hukum yang dikatakan tidak baik lagi untuk zaman sekarang sebaiknya ditinjau ulang kembali. 

Jumat, 14 Oktober 2011

Teori Hukum Murni


Bagi kalangan sarjana hukum sudah barang tentu mengenal Hans Kelsen, dengan teori hukum murninya. Dengan teori hukumnya murninya sampai sekarang masih menjadi perdebatan di masing-masing kalangan sarjana hukum, apalagi bagi yang mempunyai aliran sosiologi hukum. karena menurut kaum sosiologi hukum ajaran Hans Kelsen sama saja membunuh keadilan yang ada tertanam dalam nilai-nilai budaya.
Perdebatan tersebut diatas, nanti akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. Pada dasarnya Inti ajaran Hans kelsen terkait dengan Hukum Murni ada tiga konsep, yaitu:[1]
1.     Ajaran murni hukum Hans Kelsen ingin membersihkan ilmu hukum dari anasir-anasir non hukum seperti sejarah, moral, sosiologis, politik, dan sebagainya.
2.     Ajaran tentang Grundnorm merupakan induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem hukum tertentu. Jadi antara Grundnorm  yang ada pada tata hukum A tidak mesti sama dengan Grundnorm pada tata hukum B. Grundnorm ibarat bahan bakar yang menggerakkan seluruh sistem hukum. Grundnorm  memiliki fungsi sebagai dasar mengapa hukum itu ditaati dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan hukum.
3.     Ajaran tentang Stufenbautheorie
Peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada dipuncak piramida, dan semakin kebawah semakin beragam dan menyebar. Norma dasar teratas adalah abstrak dan makin kebawah makin konkrit. Dalam proses itu, apa yang semula berupa sesuatu yang “seharusnya” berubah menjadi sesuatu yang “dapat” dilakukan.


[1] Sadjipto Raharjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta, Penerbit Kompas Media Nusantara, hlm. 163

Kamis, 13 Oktober 2011

Teori Hukum Statis & Teori Hukum Dinamis

Perilaku manusia yang diatur oleh norma ataukah norma-norma yang mengatur perilaku manusia (yakni apakah pengetahuan itu ditujukan kepada norma hukum yang diciptakan, diterapkan atau dipatuhi oleh tindak perbuatan manusia atau kepada tindak penciptaan, penerapan, atau kepatuhan yang diharuskan oleh norma hukum).[1] Begitu pentingnya hukum karena perilaku manusia sangat berbeda. keberdaan perilaku tersebut sangatlah mungkin menimbulkan berbagai macam tindakan.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam menciptakan suasana yang memungkinkan manusia mersa terlindungi, hidup berdampingan secara damai. Menurut sebagian orang, hukum merupakan sesuatu yang kompleks dan teknis sehingga sering dijumpai orang dalam menghadapi hukum dengan sikap yang tidak sabar dan sinis. Akan tetapi hukum merupakan salah satu perhatian manusia berdab yang paling utama dimuka bumi, karena hukum dapat menawarkan perlindungan terhadap tirani di satu pihak dan terhadap anarki di lain pihak. Hukum merupakan salah satu instrumen utama masyarakat untuk melestarikan kebebasan maupun ketertiban dan gangguan yang arbiter, baik oleh perorangan, golongan masyarakat atau pemerintah.[2] Karena itu, unsur utama dari hukum adalah ketertiban. Untuk mewujudkan ketertiban itu manusia diharuskan membentuk kaidah.
Ketertiban dan kaidah yang diperlukan manusia yang secara otentik menciptakan kondisi yang memungkinkan manusia secara wajar mewujudkan kepribadiannya secara utuh, yang dengan itu ia dapat mengembangkan semua potensi kemanusiaan seperti apa yang secara bebas dikehendakinya (vrije wil).[3]
Tentunya, untuk membentuk suatu ketertiban itu dibutuhkan suatu jawaban yang memadai yaitu bagaimana ketertiban itu dapat dijawab dengan baik dan terukur menggunakan suatu teori. Teori tersebut Penulis tawarkan cukup untuk menjawabnya yaitu dengan menggunakan Teori Hukum Statis dan Teori Hukum Dinamis..
Teori Hukum Statis adalah hukum sebagai sistem norma yang berlaku---hukum dalam kondisi istirahatnya. Sedangkan Teori Hukum Dinamis Adalah proses ketika hukum diciptakan dan diterapkan---hukum yang berjalan.[4] Yang perlu diperhatikan ialah bahwa proses itu sendiri diatur oleh hukum.
Dengan demikian Teori Hukum tersebut diatas dapat dijadikan suatu referensi untuk menjawab beberapa pertannyaan hukum ketika ada sesuatu persoalan yang sampai ketangan anda yang terkait dengan persoalan hukum.
Selamat Membaca !!...




[1] Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusamedia Cetakan II Penerjemah Raisul Muttaqien, 2007, hlm.80-81
[2] Harold J. Berman, Latar Belakang Sejarah Hukum Amerika Serikat, dalam talks on American Law, Random House, Inc., Edisi Indonesia, Ceramah-ceramah Tentang Hukum Amerika Serikat, Diterjemahkan oleh Gregory Churchill, Penerbit Tata Nusa, Jakarta, 1996, hlm. 3.
[3] B. Arief Sidharta, Aliran Filsafat Hukum, Makalah dalam Seminar Nasional : Menata Sistem Hukum Nasional Menuju Indonesia Baru, Sema FH Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 4 Desember 1999, hlm. 2
[4] Op.Cit, hlm. 81

Rabu, 12 Oktober 2011

Tanggapan Atas Ptsn PN Tipikor Bandung, An: Mochtar.

masyarakat Indonesia saat sekarang ini di "hantui" oleh keinginan menghukum seluruh para "pengambil" uang rakyat secara tidak sah. keinginan tersebut sebearnya tidak salah, karena pelaku tersebut memang harus tetap mendapatkan ganjarannya sesuai dengan perbuatan. apapun itu jika perbuatan tersebut ketika sudah masuk dalam tataran hukum, maka sebaiknya penilaian tersebut juga dilakukan dengan hukum. yang terjadi saat ini ialah banyaknya penilaian terhadap putusan tersebut menyimpang dari sebenarnya. sebut saja, penilaian itu terkadang bercambur baur dengan kesakithatian, moralitas, dan lebih bahaya lagi jika penilaian tersebut ada unsur-unsur yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
apapun itu, keputusan terhadap lepasnya "mochtar" di Pengadilan Tipikor Bandung, adalah keputusan hukum, dan keputusan tersebut adalah keputusan tuhan yang diwakili oleh hakim. keputusan tersebut sebaiknya dihormati oleh piha-pihak yang berpekara. yang terjadi sekarang ialah putusan hakim PN Tipikor tersebut tidak dihormati oleh masyarakat, terlebih lagi masyarakat yang cukup untuk menilai itu. lihat-lah putusan itu dengan bijaksana dan baik, dan jangan melihat putusan tersebut sebagai sesuatu yang "haram" karena telah membebaskan terdakwa dari tuntutan korupsi.
penulis mencoba melihat, apakah dakwaan yang dilakukan oleh jaksa KPK sudah cukup baik dan mempunyai bukti yang kuat untuk itu. dan juga jangan sekali-kali masyarakat mengatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh Jaksa KPK sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku. masyarakat seharusnya lebih mengkritisi tentang apakah dakwaan yang dilakukan oleh jaksa sudah cermat dan sesuai dengan hukum acara dan mempunyai bukti-bukti. nah, dari situlah nanti baru bisa kita melihat semunya.
menyalahkan semuanya kepada hakim PN Tipikor Bandung yang mengadili kasus korupsi atas nama "mochtar" (yg telah bebas) itu bukanlah sesuatu yang baik, karena anda pada saat yang sama telah menggabungkan penilaian antara hukum dan moralitas. Selamat Untuk Berpikir Kembali !!...

Kamis, 22 September 2011

Dasar Peniaadaan Pidana Di Luar KUHPidana


Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem hukum dalam suatu Negara. Meskipun masih dipertanyakan manfaatnya dalam menyusun tata masyarakat yang tertib dan damai, tetapi semakin penting dipelajari segi-seginya untuk menunjang seluruh sistem kehidupan di dalam masyarakat[1]. Sehingga sering dikatakan apabila hukum pidana itu “rusak” maka “rusaklah” semua sistem hukum yang ada.
Pentingnya hukum pidana itu juga karena hukum pidana ini menyangkut hukum yang bersifat publik. Simons berpendapat bahwa hukum pidana termasuk kedalam hukum publik karena ia mengatur hubungan antara individu dan masyarakat/Negara dan dijalankan untuk kepentingan masyarakat serta hanya diterapkan jika masyarakat itu sungguh-sungguh memerlukannya[2]. Sedemikian pentingnya itu pula hukum pidana tidak bisa dilihat hanya dalam Undang-Undang saja, tetapi juga ada kesepakatan dalam ilmu hukum pidana yang tidak perlu diatur dalam Undang-Undang Pidana.
Kesepakatan tersebut ialah menyangkut dengan dasar peniadaan Pidana di luar KUHPidana. Dasar peniadaan pidana di luar KUHP dan merupakan hukum tertulis menurut van Bemmelen sebagaimana yang di kutip oleh Andi Zainal Abidin Farid ialah sebagai berikut[3] :
1)    Hak mendidik orang tua dan wali terhadap anaknya, hak mendidik guru, dosen (dan guru mengaji) terhadap murid atau siswanya.
2)    Hak jabatan atau pekerjaan (beroeprecht) dokter, apoteker, verloskundingen (bidan-bidan), dan peneliti ilmu-ilmu alam, umpanya vivisectie.
3)    Izin mereka yang kepentingannya dilanggar, kepada orang yang melanggar kepentingannya itu, yang perbuatannya merupakan delik seandainya tidak ada izin tersebut.
4)    Zakwarneming menurut Pasal 1354 s/d 1358 BW/KUHPerdata.
5)    Tak adanya sifat melawan hukum yang materiel.
6)    Tak adanya kesalahan.
Nyatalah sudah, bahwa selain adanya alasan peniadaan pidana bersifat umum atau Algemene Strafuitsluitigsgronden dan dasar peniadaan pidana yang bersifat Khusus atau Bijzondere Strafuitsluitigsgronden juga ada dasar peniadaan pidana di luar Undang-Undang Pidana.



[1] Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta Cetakan Kedua, Jakarta, 1994. Hlm. 1
[2] Ibid. hlm. Hlm. 7
[3] A.Zainal Abidin farid, Hukum Pidana I, Penerbit Sinar Grafika Cetakan Kedua, Jakarta, 2007, hlm 202-203