Senin, 19 Desember 2011

Pemerintah Yang Bersandiwara


Pemerintah Yang Bersandiwara.
Oleh
Muhammad Nurul Huda[1]
“Saya tidak bermaksud menyembunyikan fakta yang tidak saya sukai …tentang kemegahan semua hal yang dipenuhi kebijaksanaan, seperti yang menjadi kecendrungan masa kini”[2]. Disaat masyarakat sedang taat kepada pemerintah dan tunduk kepada hukum ternayata pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan yang bisa disebut tidak bisa diakui dalam dunia beradab.
Pemerintah yang dimaksud di sini ialah eksekutif, tentu saja, karena pemerintah dibidang ini-lah yang sering membuat keputusan-keputusan yang tidak jarang keputusan tersebut banyak yang merugikan masyarakat. Keputusan yang merugikan terhadap masyarakat tersebut terkadang bersifat massif dan sistematis dan ini terus dibiarkan menjadi lalat yang busuk. Apakah ini patut dipertanyakan, ya!! Tentu harus dipertanyakan karena mereka-mereka tersebut di gaji dengan pajak yang dibayar oleh rakyat. Jelas ketika telah mendapatkan gaji dari rakyat mengapa mereka tidak ‘tunduk’ kepada kepentingan rakyat.
Seringkali kepentingan-kepentingan rakyat tidak dibuat ‘manusiawi’ oleh mereka (Pemerintah) yang bekerja di instansi/lembaga-lembaga yang katanya berpendidikan, punya pengalaman dan sebagainya. Pemerintah dalam tataran ideal sudah sangat dijelaskan dalam pelajaran-pelajaran akan tetapi tataran ideal tersebut hanya dikonsumsi untuk saat studi saja, layakkah apa yang telah di didapat tidak diterapkan di dalam masyarakat atau di tempat kerja (jika anda masih berpikir tentu saja pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab oleh orang yang waras).
Contoh ketidakmampuan pemerintah yang terbaru ialah antara masyarakat dan korporasi dalam kasus Mesuji[3]. Bagaimana tidak, masyarakat di Mesuji[4] dianggap oleh pemerintah tidak mempunyai hak atas tanah apapun di tempat nenek moyang mereka. Pengeyampingan atas hak tanah masyarakat Mesuji[5] jelas-jelas menodai negara hukum yang berjiwa pancasila.
Belum lagi, terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pemerintah, adanya ‘aksi koboi’[6] terhadap rakyat yang dilakukan oleh pihak kepolisian ialah sudah tidak bisa dibantah lagi oleh manusia yang mempunyai akal sehat. Bahwa yang mati di dalam kasus Mesuji[7] itu bukanlah nyamuk tapi manusia yang masih mempunyai harkat dan martabat. Tindak pidana yang dilakukan oleh oknum pihak kepolisian tersebut seharusnya tidak hanya sidang disiplin, tetapi juga harus dibawa ke peradilan umum.
Apapun itu, kasus Mesuji[8] telah terjadi. Penyelasian kasus Mesuji harus melalui jalan hukum, walaupun ada TPGF[9] Mesuji yang kurang begitu yakin ini akan diselaikan secara hukum, akan tetapi TPGF di bentuk karena menyenangkan hati rakyat saja. Seharusnya kejadian di Mesuji[10] itu tidak harus terjadi bila, Dep. Kehutanan memberikan rekomendasi kepada pemda untuk mencabut izin perusahaan yang sedang bersengketa, kedua, Pemda Sumsel dan Lampung segera mngkin mencabut izin perusahaan yang bersengketa dengan masyarakat. Pihak Kepolisian seharusnya menjadi bagian terdepan dalam membela masyarakat dengan perusahaan.
Terakhir penutup dari tulisan ini, pemerintah yang bersandiwara selama ini sudah-lah, saatnya pemerintah harus bersikap tegas kepada siapapun yang bersalah. Rakyat tidak ingin penyelesaian kasus Mesuji dengan acara ‘Mencla-Mencle’.


[1] Muhammad Nurul Huda, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
[2] Karl R. Popper, Masyarakat terbuka dan musuh-musuhnya. 1950

Tidak ada komentar:

Posting Komentar